Jika kita mendengar kata : “ B A L A D E W A “, terutama bagi mereka yang pecandu ceritera
wayang, pasti akan pikirannya hanyut kealam dunia wayang, Dimukanya terlihat :
deretan wayang yang rapi,seorang dalang yang lincah dan pesinden yang suaranya
merdu serta parasnya aduhai……………………….dan sebagainya dan sebagainya.
Alkisah…………………………………………………………………………………………………………………,
Konon……………, pada waktu ratusan tahun lebih yang telah
silam,ada seorang laki-laki tua yang mengembara di kaki gunung perahu.
Waktu itu musim kemarau panjang.
Keadaan gersang,dedaunan banyak yang kehilangan
fungsi,berubah menjadi penyala api. Sumber – sumber airpun tak ketinggalan pula
mengalami perubahan total,menjadi sumber debu panas.
Termasuk didalamnya Sang pengembara itu.
Dalam keadaan yang demikian, Sang pengembara tetap tenang.
Apakah
gerangan bekal Sang pengembara itu ?
Konon kabarnya,ia membawa bekal sebuah tongkat rotan,seekor
ayam jantan putih dan seekor kambing jantan hitam belang putih pada
perutnya.binatang ini ialah binatang kesayangannya.
Pada suatu
hari,sampailah ia pada suatau tempat yang agak nyaman. Disini ia berusaha
mencari air,untuk member minum binatang kesayangannnya. Menoleh kekanan
kekiri,namun tak terlihat air setetespun.
Demi kasih sayang pada binatang kesayangannya,bersenadilah
ia untuk mohon petunjuk kepada yang maha kuasa. Sementara ayam dan kambing
dilepas disampingnya. Setelah mendapat petunjuk,iapun mulai menggoreskan
tongkatnya pada tanah. Ternyata bekas goresan tongkat itu keluar air.
Gembiralah hatinya,diberinya minum secukupnya binatang itu tak lupa ia
menyampaikan syukur kepada yang maha kuasa.
Dengan kondisi badan yang kelihatannya lema,roman muka
keriput,rambut kusut memutih dan pakaian lusuh,ia mencoba meneruskan perjalanan
kea rah utara. Karena ia perlu membawa air,maka sebelum ia beranjak dari tempat
itu, ia sempat memberi nama tempat itu : S A N G U B A N Y U “. Ayam dan kambingnya
setia mengikutinya. Selama ia berjalan,tongkatnya selalu digoreskan pada tanah (ditarik) sehingga air mengalir sepanjang
goresan tersebut.
Kambing dan
ayamnya hilang.
Kira-kira 30 menit ia berjalan,terasa kambing dan ayamnya
tidak mengikuti. Iapun berhenti mencarinya. Setelah dicari kesana kemari tidak
terdapat, ia hamper putus asa. Sambil istirahat menoleh kekanan kekiri,
terlihatlah olehnya sebuah batu besar. Dengan hati berdebar tak
menentu,bercampur harapan gembira,ia mendekati batu itu. Apa yang terjadi
disitu ? batu itu berbentuk Bangkok jongkok,berongga. Diamatinya batu itu
secara cermat dibarengi rasa tanpa kepastian,tiba-tiba ia mengubah posisi
badannya. Tangan seperti akan menerkam, matab melotot tajam,punggung
membungkuk,kakikiri kedepan dan kaki kanan kebelakang. Seolah-olah akan maju,
seolah akan mundur.
A a a a
a a h . . . . . , ! ! ! kambing dan ayam sudah mati dalam rongga batu.
Sejenak sekujur badannya lemah lunglai, segera ia bangkit
kembali dengan semangat dan jiwa yang meyakinkan, ia segera akan melanjutkan
perjalanan. Sebelum berangkat, ia sempat memberi nama tempat ini : “ P
E S A N G G R A H A N “ (tempat istirahat) dan batu diberi nama : “ B A N G K O N G “.
Sebagai tanda kenangan,setiap tahun pada masa tanam padi
musim penghujan harus diberi selamatan dengan lauk panggang ayam jantan putih
dan kambing kendit ( warna hitam tengah
putih ). Sampai sekarang masih dilestarikan.
Perjalanan
diteruskan kearah utara
Dari tempat ini ia berjalan seorang diri. Tongkat tetap
ditarik, airpun setia mengikutinya. Makin keutara keadaan jalan makin
sukar,curam,padas batu baginya bukan suatu hambatan.kurang lebih dua jamia
berjalan,tibalah ditempat yang lebih sulit,yaitu merupakan bukit padas dan
batu.
Sejenak ia membaca mantera,mohon kepada yang maha
kuasa,untuk diberi pertolongan dalam melaksanakan cita-citanya, berkat
pertolongan yang maha kuasa,maka ia menusukkan tongkat, tembuslah bukit padas
itu berupa terowongan yang hamper putus. Sampai sekarang bukit itu disebut : G U N U N G T U G E L.
Maron
Pengembaraan tidak berhenti sampai disini saja.
Terus keutara . . . . . . . . terus. Dibelakangnya tetap
terlihat tongkat yang menggores tanah yang diikuti air. Situasi menjadi indah.
Baaimana tidak.
Terpaan sinar bola angkasa yang sangat garang itu,
dipantulkan oleh lika likunya air dibelakang tongkat. Dari jauh keliatan bagai
zik zak seekor ular yang mampu menguasai tebing yang curam.
Tidak terasa tiba – tiba pengembara sampai di tempat yang
datar. Pandangan lepas kearah utara, dan barat.pemandangan disini lebih semarak
lagi.
Sejauh mata memandang kearah utara,terlihat cakrawala biru
tua, makin kebawah biru muda,kebawah lagi kuning keputih-putihan,itulah. . . .
. .Laut Jawa. Disini ia mempunyai
dua keinginan,ke utara dan kearah barat. Ia memutuskan pendapatnya. Air yang
mengikutinya dibagi dua, sebagian kearah utara sebagian kebarat. Karena ia
lebih cenderung kea rah barat, maka air yang mengikuti kea rah barat lebih
besar.maka tempat ini disebut : “ M A R
O N “ .
Sekeprok, Sedengo, Seteleng.
Sang pengembara terus melenggangkan kakinya kearah barat.
Entah karena apa setelah beberapa menit ia berjalan, tiba-tiba tergelincir,terjatuhlah
ia. . . “ prok “ suaranya. Karena
kerasnya ia jatuh, maka tongkatnya terpantal jauh kearah timur. Lama ia belum
bangkit. Sang pengembara masih dalam posisiterduduk, pandangan jauh kearah
timur,seperti layaknya melamun (
melongo) sementara pandangan dilempar kearah selatan dengan sinar mata yang
tajam (menteleng,jw). Tampat ini
disebutnya : S E K E P R O K “ dari
kata keprok. Sebelah timurnya : S E D E
N G O “ dari kata melongo. Yang satu disebut : “ S E T E L E N G “ dari kata menteleng.
Sibobor
Bangkitlah sang pengembara itu dari duduknya. Tangan kiri
menapak pada tanah tangan kanan memegang lutut sebelah kanan, ia berdiri.
Dengan rasa sedih, ia melemparkan pandangan kesegala penjuru. Kebetulan tidak
jauh dari tempat ia beridri, terlihatlah seorang perempuan sepertiga umur.
Dasar laki-laki, meskipun setua itu masih mampu menyanjung ( nyandra,jw) : wah
cantiknya,manisnya,bibirnya yang basah,senyum yang aduhai . . . . .menawan.
tapi sayang . . . . . . .sayang. . . . . .aku sudah tua. Perempuan itu tak
mampu mengenalkan diri padanya. Ia mengumpat dan membaca mantera. Wanita disekitar tempat ini sulit
mendapatkan jodoh. Terutama yang sudah lanjar (janda muda belum punya anak), maka
tempat ini saya berikan nama : “ S I
B O B O R “. ( dari kata bobor =
tidak laku. )
Sawangan,
sawangan .
Ia meneruskan perjalanan. Kemana dia ? dia tidak meneruskan
keaarah barat. Sekarang ke timur menuju tempat maron, mencari tongkat yang
mental tadi.tidak terdapat, musnah, hilang misterius.
Apa yang dilihatnya ? hanya aliran air yang menuju arah
utara.
Diikutinya aliran air itu. Aliran air makin jauh ke utara
makin kecil
Karena
lelahnya dan tongkat tetap menghilang, berhentilah ia ditempat itu. Ia duduk di
sebuah batu besar sambil menarik napas panjang.
Ia menghadap keselatan, memandang aliran air yang dibuatnya.
Bangga rasanya. Sedang asyiknya menikmati (
memandangi ) hasil karyanya, dating seorang laki-laki muda didepannya.
Orang muda itu bertanya : “ apakah kakek
yang menjaga sungai ini ! “bukan ! jawabnya tegas. “ saya adalah yang membuat
sungai ini ! “ bolehkah saya memanfaatkan sungai ini “ . pinta laki-laki itu.
“boleh
tapi ada syaratnya. Kamu harus menjaga serta memelihara sungai ini
sebaik-baiknya,supaya dapat lestari. Karena sungai ini saya buat atas petunjuk
yang maha kuasa,maka daya wajib bersyukur kepada NYA. Sebagai rasa syukur atas
anugerah ini,kepada semua pemakai air ini harus nanggap wayang kulit setiap
tahunnya, pada masa tanam padi musim penghujan, dengan cerita : “ R A
M A T A M B A K “. Dan sungai ini diberi nama kali (Wangan)
“ B A L A D E W A”, yang artinya :
BALA
= TEMAN, DEWA = YANG MAHA KUASA.
Sedangkan tempat ini diberi nama “ S A W A N G A N “ , yang artinya NGREKSA WANGAN ( memelihara sungai ).
Tanpa disadari oleh laki-laki muda itu, sang kakek telah
hilang dari pandangannya.
Demikian
dongeng dari serangkaian terjadinya nama BALADEWA. Terlepas dari aspek
ilmiah, kebenaranya saya serahkan kepada yth. Para pembaca. Sampai sekarang
semua pesandari Sang pembuat kali BALADEWA masih lestari dilaksanakan.
terima kasih.
bpk soewondo
PENYUSUN.
Beliau adalah pencipta
tunggal dokumen “ BALADEWA YANG BUKAN TOKOH WAYANG “. Bukan sekedar mengarang
cerita yang kemudian ditulisnya kedalam dokumen pribadi beliau. Demikian pula
cerita ini yang ditulis kembali (di salin) untuk mengenang beliau yang wafat
pada minggu manis tanggal 17 juli 2011 bertepatan dengan malam nisyu sa’ban (72
th).